PERJALANAN HAMBA TUHAN (PART ONE)

PENCARIAN JATI DIRI

........Aku di lahirkan di sebuah kota kecil yang bernama Palembang. Aku adalah anak keempat dari empat bersaudara. Sejak kecil kami diajarkan untuk selalu belajar dan belajar. Pendidikan yang sangat keras di keluarga menyebabkan aku dan ketiga kakak-kakakku sedikit tertekan. Maksud baik dari seorang ayah agar anaknya dapat bertahan hidup dan sukses jika dewasa kelak ternyata membuahkan ketakutan secara psikis terhadap sang ayah. Begitu banyaknya aturan dan kerasnya dalam pendisiplinan menyebabkan ketidak harmonisan dalam keluarga. Kenyamanan terasa hanya jika berada di dekat ibu dan kepergian sang ayah ke luar kota karena bekerja. Selain dari itu hanya ketakutan dan ketakutan........ 
      Aku dibesarkan dari keluarga yang sangat sederhana, ayahku adalah seorang yang pintar tetapi kurang beruntung sehingga semua pekerjaan yang pernah menjanjikan kehidupan yang layak untuk keluarga berakhir dengan begitu saja karena alasan kurang jelas. Ayahku adalah seorang yang berdarah biru, beliau terlahirkan dari keturunan Pangeran Diponegoro. Eyang putriku adalah turunan kelima dari Ontowiryo (Pangeran Diponegoro) yang menikah dengan seorang putra kesultanan Bacan, Ternate. Ayahku sangat lancar dalam berbahasa Belanda dan sangat menjunjung tinggi adat dan tradisi Jawa. Sedangkan ibuku adalah seorang wanita tegar yang lahir dari sebuah keluarga yang sederhana dan agamis. Ibuku bisa menguasai berbagai bahasa daerah diantaranya bahasa Padang, Bugis dan bahasa daerah lainnya. Aku sayang sekali sama ibuku ‘juga ayahku’...
......Saat aku memasuki dunia remaja aku terpisah dari keluargaku, aku diasuh oleh kakaknya ibuku (uwak) yang berada jauh dari kota kelahiranku. Selama 6 tahun, mulai dari SMP sampai SMA aku tinggal bersama keluarga ‘uwak’ku (aku memanggilnya ayah). Awalnya ayahku tidak setuju melepaskanku, tetapi karena diriku mau tinggal bersama ‘uwak’ maka ayahku akhirnya setuju. Selama tinggal bersama dengan uwak (ayah baruku), banyak pelajaran tentang hidup kudapat yang baru kusadari saat aku sudah dewasa. Dalam benakku saat itu hanya punya satu keinginan yaitu belajar, aku harus pintar agar aku bisa hidup layak di kemudian hari. Saat aku duduk di kelas 2 SMP ayahku meninggal karena sakit yang komplikasi, aku sedih. Tapi itu tidak menyurutkanku untuk tetap belajar dan belajar. 
.......Menurut guruku, aku adalah anak yang lumayan diperhitungkan. Nilai Matematika ku di NEM (Nilai Evaluasi Murni) mencapai angka 9,20, karena memang sejak kecil aku sudah diajarkan Matematika. Sehingga di SMA aku masuk kelas unggulan. Ketika di kelas 2 aku dikelompokkan ke dalam kelas dengan jurusan A-1 yaitu jurusan Fisika. Kelas ini adalah kelas bergengsi, karena di dalamnya terdapat siswa-siswa yang berprestasi. Kemudian aku lulus ujian dengan Nilai Evaluasi Murni yang memuaskan, nilai Bahasa Inggrisku mencapai nilai 9,25. Kemudian aku pun mengikuti bimbingan belajar untuk persiapan masuk perguruan tinggi negeri. Setelah lulus SMA aku kembali ke pangkuan ibuku tanpa seorang ayah. Dengan melalui proses yang panjang akhirnya aku masuk perguruan tinggi negeri yang berada di kota kelahiranku itu. 
.......Untuk membiayai kuliahku, ibu yang menggantikan posisi ayah sebagai kepala keluarga. Ibuku berjualan makanan untuk mendapatkan uang agar kuliahku dapat berjalan dengan lancar. Sesekali aku membantu ibu dalam membuat makanan-makanan itu. Begitu hebatnya ibuku yang mau kerja keras demi aku yang ingin mengenyam bangku kuliah. Suatu saat ketika aku memasuki tahapan akhir kuliah, aku harus mendapatkan mata kuliah Kuliah Kerja Nyata (KKN). Ketika itu aku harus berpisah jauh dari ibuku karena mata kuliah tersebut mengharuskah aku dan teman-teman yang lain tinggal di sebuah desa selama 3 bulan. Berbagai peristiwa yang hampir merenggut nyawaku terjadi. Saat itu aku berpikir bahwa Allah sangat sayang sekali pada aku dan ibuku, karena aku selalu dalam perlindungan-Nya. Seandainya berbagai hal itu terjadi padaku, begitu terpukulnya ibuku karena belum tuntas menyelesaikan tugasnya sebagai ibu sekaligus ayah sedangkan aku adalah anak satu-satunya yang mengenyam dunia perkuliahan. Ya Allah terimah kasih Kau telah mencintai ibuku dan aku. Semoga akupun selalu mencintai Mu dalam suasana sedih dan bahagia, Amin.
 .......Setelah lulus kuliah, terjadi pergolakan reformasi. Sehingga aku pun belum bisa mengenyam dunia kerja. Aku pernah ikut test di beberapa perusahaan BUMN yang berada di kotaku, tetapi selalu gagal pada wawancara dan faktor yang lain (jilbab). Akhirnya aku pun ikut membantu kakakku yang bergerak di bidang percetakan, sehingga pengalamanku tentang pengetikan komputer lumayan bagus. Karena jenuh akhirnya aku pun merantau ke pulau Jawa, Surabaya adalah sasaranku. Selama 6 bulan di sana aku berusaha mencari kerja, selama itu pula aku selalu gagal pada tes wawancara. Apa yang salah dalam diriku? 
.......Kemudian aku pun merambah ke ibukota Jakarta, karena diajak seorang teman kuliahku yang sudah terlebih dahulu tinggal di Jakarta. Temanku menawarkan suatu pekerjaan di dunia kependidikan, yaitu mengajar les private. Hasil yang didapat dari les private tidak begitu menjanjikan, tetapi mencukupi untuk bisa mandiri. Di Jakarta aku hanya bertahan selama 6 bulan dan akupun pindah ke Bekasi, tetapi profesi sebagai pengajar les private tetap dijalani. Saat tinggal di Bekasi aku mendapatkan lowongan kerja sebagai guru salah satu SMA di Tangerang. Guru adalah profesi yang sangat jauh dari bayanganku. Tujuanku hanya satu sehingga aku menerima pekerjaan tersebut. Aku ingin belajar berargumentasi di muka umum agar aku bisa percaya diri. Walaupun secara pengetahuan aku bukan berasal dari fakultas keguruan, tetapi bidangku adalah ilmu murni (MIPA).
 .......Pengalamanku pertama kali mengajar di depan kelas sungguh sangat fantastis. Aku pernah mengajar di depan kelas, tetapi pada suatu bimbingan belajar bukan sebuah sekolah. Aku harus membeli sebuah rok panjang, karena selama ini pakaianku selalu casual dengan mengenakan celana panjang. Sementara di sekolah aku harus menggunakan pakaian yang resmi dan sopan. Usia anak didikku tidak jauh terpaut dari usiaku, karena aku mengajar dari kelas 1 sampai kelas 3. Fostur tubuh anak didikku lebih besar dari fostur tubuhku yang imut. Tetapi dengan semangat aku harus berwibawa di depan anak-anak didikku. Akhirnya aku berhasil melalui fase tersebut tanpa meninggalkan kesan negatip.
 .......Modalku dalam mengajar hanya satu, selain ilmuku yang kudapatkan saat di bangku kuliah aku juga menirukan bagaimana guru favoritku dulu mengajariku. Dulu saat aku sekolah aku selalu mempunyai guru idola, guru pelajaran eksakta dan matematika selalu menjadi guru idolaku. Ketika memberikan materi pelajaran, saat itu yang tergambarkan di kepalaku hanyalah metode pengajaran sang guru idola. Alhamdulillah masa itu pun berhasil kulalui dengan bahagia. Awalnya dalam benakku, mengajar hanya profesi sampinganku saja. Dan aku tetap mencari pekerjaan yang menurutku sesuai dengan jurusanku. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan berbagai nasehat dari seorang yang tak kukenal, akhirnya aku menyadari bahwa duniaku yang sebenarnya adalah di dunia kependidikan. Sejak awal aku mengajar di sekolah tersebut sebenarnya sudah merasakan bahagia dan menikmati apa yang kukerjakan, tetapi karena di luar sana banyak pekerjaan yang menjanjikan uang yang banyak membuat pemikiranku menjadi seorang materialistis. Alhamdulillah Allah telah membuka hatiku sehingga aku dapat merasakan nikmatnya bersama-sama dengan anak didikku, walaupun kesejahteraan tidak begitu menjanjikan. Tetapi kebahagiaan rohaniahlah yang harus dikedepankan. Begitu bahagianya hati ini saat aku bisa berbagi dengan orang lain, apalagi itu adalah anak didikku.
 .......Kebahagiaan yang sebenarnya adalah ketika melihat anak-anak didikku tersenyum dan bahagia. Aku bisa merasakan betapa indahnya saat kita dibutuhkan oleh orang lain. Betapa berartinya diri ini saat anak didikku mau berbagi cerita tentang dirinya. Betapa beruntungnya aku karena Allah telah menunjukkan jalan hidupku yang sebenarnya. Inilah takdirku yang harus kusyukuri dengan sedalam-dalamnya syukur. 
.......Alhamdulillah.......... Walaupun kata orang kesejahteraan dari profesi sebagai guru tidak bisa menjamin kehidupan yang sejahtera, tetapi bagiku yang terpenting adalah berkah yang diberikan oleh Allah SWT., itu sudah cukup menjamin bagi hidupku. Setiap rizki yang disebar oleh Allah tidak akan pernah tertukar. “Maka nikmat Ku yang manakah yang kau dustakan?” ini adalah petikan salah satu ayat dari Alqur’an surat. Ar-Rahman.